A.
Sejarah Pendidikan
Islam Di Indonesia Pada Zaman Kerajaan Islam
Kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya
kerajaan Islam pertama di Indonesia. Mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia
adalah para pedagang, bukan misi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka
tidak berambisi mendirikan kerajaan Islam. Para pedagang berdagang sambil
menyiarkan agama Islam, materi yang diajarkan berawal dari kalimah Syahadat.
Barang siapa yang bersyahadat berarti ia telah masuk Islam. Mereka menyiarkan
dengan cara damai, tidak ada paksaan sama sekali.
1. Zaman Kerajaan Islam ke-1 di Aceh
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Pasai, berdiri pada
abad ke-10 M. dengan rajanya yang pertama Al-Malik Ibrahim bin Mahdum dan yang
terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah. Ibnu Batutah dari Maroko, mengelilingi
dunia dan singgah di kerajaan Pasai pada zaman Al-Malik Al-Zahir menerangkan
sistem pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai, sebagai berikut:
a.
Materi pendidikan dan
pengajaran agama bidang syariat ialah fiqih mazhab Syafi’i.
b.
Sistem pendidikannya secara
informal berupa majelis taklim dan halaqah.
c.
Tokoh pemerintahan
merangkap sebagai tokoh ulama.
d.
Biaya pendidikan agama
bersumber dari negara.
Kerajaan Islam yang kedua adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang ke-6
bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin, adalah seorang ulama yang
mendirikan Perguruan Tinggi Islam. Lembaga tersebut mengajarkan dan membacakan
kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um
karangan Imam Syafi’i. Dari Pasai dan Perlak ini, dakwah Islam disebarkan ke
negeri Malaka, Sumatera Barat, dan Jawa Timur.
Kerajaan Aceh Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12 Zulkaedah
916 H, menyatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Aceh pada saat itu
merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di
dalam dan di luar negeri. Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam
benar-benar mendapat perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga Negara
yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, di antaranya:
·
Balai Seutia Hukama,
lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli piker dan cendekiawan
untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
·
Balai Seutia Ulama, jawatan
pendidikan yang mengurusi masalah pendidikan.
·
Balai Jamaah Himpunan
Ulama, tempat studi para ualam dan sarjana dalam membahas persoalan-persoalan
pendidikan.
Adapun
jenjang pendidikannya adalah sebagai berikut:
·
Meunasah/Madrasah,
berfungsi sebagai sekolah dasar, terdapat di setiap kampung, materi yang
diajarkan: menulis dan membaca huruf Arab, ilmu agama, bahasa Jawi/Melayu,
akhlak, dan sejarah Islam.
·
Rangkang, masjid sebagai
tempat berbagai aktifitas umat termasuk pendidikan, setingkat dengan Madrasah
Tsanawiyah, ada di setiap mukim, materi yang diajarkan: bahasa Arab, ilmu bumi,
sejarah, berhitung (hisab), akhlak, fiqih, dan lain-lain.
·
Dayah, setingkat dengan
Madrasah Aliyah, ada di setiap daerah Ulebalang dan terkadang berpusat di
masjid, materi yang diajarkan: fiqih (hokum Islam), bahasa Arab, tauhid,
tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata Negara, ilmu pasti, dan faraid.
·
Dayah Teuku Cik, setingkat
dengan perguruan tinggi atau akademi, materinya: fiqih, tafsir, hadits, tauhid,
tasawuf, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata Negara,
mantiq, ilmu falaq, dan filsafat.
Melihat lembaga dan jenjang di atas, jelaslah bahwa ilmu pengetahuan
dan pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat.
2. Zaman Walisongo
Peranan para Wali (Walisongo) dalam penyebaran agama Islam sudah tidak
diragukan lagi, sangat besar sekali. Dengan kerja keras dan ketekunan serat
keikhlasan beliau agama Islam mampu merebut hati masyarakat. Beliau menyebarkan Islam di Jawa, dengan
berdirinya kerajaan para wali yaitu kerajaan Demak.
Metode pendidikan yang digunakan oleh para wali kebanyakan menggunakan
media pondok pesantren atau padepokan. Beliau-beliau mengajarkan para santri
dan masyarakat berbagai ilmu keagamaan. Walisongo adalah orang-orang yang
tingkat ketaqwaannya kepada Allah sangat tinggi, pejuang dakwah dengan keahlian
yang berbeda. Ada yang ilmu tasawuf, ada seni budaya, juga ada yang bergerak di
dalam pemerintahan dan militer secara langsung. Semuanya diabdikan untuk
pendidikan dan dakwah Islam.
3. Zaman Kerajaan Islam di Maluku
Islam masuk Maluku melalui mubaligh dari Jawa sejak zaman Sunan Giri
dan mubaligh dari Malaka. Raja Maluku yang pertama masuk Islam adalah Sultan
Ternate, Marhum pada tahun 1465-1486 M., atas pengaruh Maulana Husain, saudagar
dari Jawa. Raja Maluku yang terkenal di bidang pendidikan dan dakwah Islam
adalah Sultan Zainul Abidin. Metode pendidikannya kurang jelas, yang jelas
dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, yaitu datang dari orang-orang
yang menganut animisme dan orang Portugis yang mengkristenkan penduduk Maluku.
4. Zaman Kerajaan Islam di Kalimantan
Islam mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam di Bandar Masih di
bawah pimpinan Sultan Suriansyah pada tahun 1540 M. Pada tahun 1710, di
Kalimantan dia terkenal sebagai pendidik
dan mubaligh besar yang pengaruhnya meliputi seluruh Kalimantan (Selatan, Timur
dan Barat).
Sistem pendidikan di Kalimantan berupa pengajian kitab di pesantren,
sistemnya sama dengan system pengajian di pondok pesanteran di Jawa, terutama
cara-cara menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah.
5. Zaman Kerajaan Islam di Sulawesi
Seperti halnya poin-poin sebelumnya, system pendidikan di Sulawesi juga
pengajian kitab di pondok pesantren. Hal ini tidak lain karena penyebar agama
Islam di sana adalah para murid dari ulama-ulama yang sebelumnya juga telah
menyebarkan agama Islam melalui pengajian dan pendidikan di pondok pesantren.
Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam di Sulawesi adalah kerajaan
Kembar Gowa Tallo pada tahun 1605 M. Dalam dua tahun seluruh rakyat telah
memeluk Islam. Mubaligh Islam yang
berjasa adalah murid Sunan Giri, yaitu Abdul Qadir Khatib Tunggal yang berasal
dari Minangkabau.
B.
Sejarah Pendidikan
Islam Di IndonesiaPada Zaman Penjajahan Belanda
1. Zaman VOC (KOMPENI)
Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru,
yakni kekuasaan Belanda. Orang-orang Belanda yang mula-mula datang ke Indonesia
adalah para pedagang yang tergabung dalam “Vereenigde Oest Indische Compagnie”
atau disingkat VOC, yang beragama Kristen Protestan. Kebijakan pendidikan VOC
adalah melanjutkan kebijakan yang telah dimulai oleh orang-orang Portugis,
tetapi terutama berdasarkan agama Kristen Protestan. Untuk keperluan inilah
didirikan sekolah-sekolah, terutama daerah-daerah yang telah di-Nasranikan oleh
bangsa Portugis dan Spanyol, seperti di Ambon, Ternate, dan lain-lain.
Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak diselenggarakan.
Pendidikan kejuruan baru muncul dalam abad ke-19. Pendidikan bagi pribumi yang
beragama Islam tidak menjadi sola, karena kelanjutannya sistem-sistem langgar,
pesantren dan madrasah berjalan terus. Juga persekolahan/pendidikan bagi
pegawai-pegawai VOC dan pribumi beragama/pemeluk agama Kristen telah diatur
oleh pemerintahan VOC.
Kemunduran perusahaan VOC pada akhir abad 18 menyebabkan VOC tidak
sanggup dan tidak dapat berfungsi lagi sebagai pengatur pemerintahan dan
masyarakat jajahannya sehingga pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan
Hindia-Belanda.
2. Pengaruh Aufklarung
Pada abad ke-17 telah muncul suatu aliran dari Eropa yang kita kenal
dengan nama “Aufklarung” dan pada abad ke-18 aliran ini mempengaruhi seluruh
Eropa. Dengan adanya “Aufklarung” ini memberikan kecerahan kepada pendidikan
Indonesia. “Aufklarung” yang berarti fajar atau terang menghendaki yang pertama
adalah “Aufklarung” menghendaki agar manusia dibebaskan dari absolutisme Negara
dan mengharapkan agar kebebasan, terutama kebebasan ekonomi, dapat menghasilkan
kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi seluruh ummat manusia (Liberalisme).
Yang kedua adalah Pendidikan hendaknya dapat membebaskan manusia,
pengajaran harus lepas dari gereja. Hendaklah negaralah yang harus
menyelenggarakannya. Yang ketiga adalah mengemukakan juga pentingnya penerangan
(pengajaran) bagi rakyat umum.
Dengan adanya “Aufklarung” tersebut, pendidikan di Indonesia semakin
maju, terutama pada masa pemerintahan Deandels dan Rafles. Dalam hal ini
pendidikan yang lebih berkembang adalah pendidikan umum khususnya bidang
kesehatan, pendidikan Islam kurang berkembang meskipun tetap berjalan.
3. Pendidikan Islam di Sumatera
a.
Pendidikan Islam di
Aceh
Materi
pendidikan Islam di Aceh pada masa penjajahan Belanda adalah sebagai berikut:
1)
Belajar huruf Hijaiyah
(alfabeth Arab).
2)
Juz ‘Amma (disebut
Al-Qur’an kecil).
3)
Mengaji Al-Qur’an (disebut
Al-Qur’an besar).
Setelah materi
di atas dilanjutkan dengan kitab-kitab berbahasa Melayu, seperti: Bidayah,
Masail Al Muhadi, Fur’ Masail, dan lain-lain. Setelah selesai masa pembacaan
kitab-kitab Melayu dilanjutkan mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab, seperti:
Dammun, Al-‘Awamil, Al Jurumiyah, Tafsir Jalalain.
Setelah perang
Aceh melawan Belanda berakhir, pendidikan Islam di Aceh mulai berkembang,
ditandai dengan berdirinya berbagai pondok pesantren. Di pondok pesantren
banyak dipelajari kitab-kitab seperti: Fatul Qarib, Fatul Mu’in, dan lainnya.
Berikutnya mulai lahir madrasah, salah satunya madrasah Sa’adah Abadiyah di
Blang Paseh Sigli yang didirikan pada tahun 1930 oleh Tgk. Daud Berueh.
Madrasah itu
memiliki tujuh kelas dengan lama masa belajar empat tahun. Materi yang
diajarkan: bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama serta sedikit Ilmu Bumi Mesir dan
Tarikh Islam. Lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren sebagai basis
perlawanan penjajahan Belanda.
b.
Pendidikan Islam di
Minangkabau
Pendidikan
Islam di Minangkabau mengalami perkembangan yang pesat karena banyaknya
buku-buku pelajaran agama Islam yang masuk ke sana. Adapun susunan materi
pendidikan Islam di Minangkabau antara lain:
1)
Belajar huruf Hijaiyah
seperti halnya di Aceh.
2)
Pengajian kitab yang
terbagi atas tiga tingkatan, yaitu:
·
Nahwu, Saraf, dan Fiqih;
·
Tauhid;
·
Tafsir;
3)
Pengajian ilmu Tasawuf,
Mantiq, dan Balaghah.
Sistem
pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu halaqah dan
sistem majelis taklim. Di Minangkabau yang menjadi pusat pendidikan awal
permulaan Islam adalah Surau. Pada masa penjajahan Belanda mulai dibuat
ruang-ruang berbentuk kelas, dinamakan madrasah.
c.
Pendidikan Islam di
Jambi
Pesantren
Nurul Iman didirikan pada tahun1914 oleh H. Abdul Samad seorang ulama besar di
jambi. Pesantren ini juga berawal dari system halaqah kemudian menggunakan
kelas-kelas seperti madrasah modern. Pelajarannya juga begitu, dari sekedar
ilmu-ilmu agama kemudian memasukkan ilmu umum yang dibimbing dua guru khusus.
4. Pendidikan Islam di Pulau Jawa
a.
Pendidikan Islam di
Jawa Timur
Pendidikan
Islam yang cukup terkenal di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanda adalah
Tebuireng, yaitu pesantren yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun
1904 M. Pada mulanya hanya diajarkan agama dan bahasa Arab, kemudian setelah
berdiri madrasah salafiyah memasukkan ilmu-ilmu umum, seperti ilmu bintang,
ilmu bumi dan lain-lain.
Pondok
Pesantren Tebuireng terdiri atas empat bagian, yaitu: Madrasah Ibtidaiyah
(lamanya 6 tahun), Madrasah Tsanawiyah (3 tahun), Mualimin (5 tahun), Pesantren
dengan sistem halaqah.
Pendidikan
Islam di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanada tidak terlepas dari pengaruh
organisasi Nahdhatul Ulama yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (3
Januari 1926) di Surabaya.
b.
Pendidikan Islam di
Jawa Tengah
Lembaga
Pendidikan Islam di Jawa Tengah yang paling berpengaruh berpusat di sekitar
Kudus. Ratusan pondok pesantren dan madrasah tersebar di seluruh pelosok Kudus,
antara lain: Aliyatus-Saniyah Muawanatul Muslimin, Kudsiyah, Tsywiqut Tullab
Balai Tengahan School, Mahidud Diniyah Al-Islamiyah Al-Jawiyah, dan lain-lain.
c.
Pendidikan Islam di
Yogyakarta
Pendidikan
Islam di Yogyakarta pada masa penjajahan Belanda banyak didominasi oleh
organisasi Muhammadiyah. Diantaranya yang terkenal adalah Kweekschool
Muhammadiyah, Mualimat Muhammadiyah, Zuama, Tabligh School, dan H.I.K.
Muhammadiyah. Model pendidikannya dengan menggabungkan antara pelajaran umum
dengan agama. Selain Muhammadiyah juga ada pondok pesantren Krapyak.
d.
Pendidikan Islam di
Jawa Barat
Madrasah
pertama adalah yang didirikan di Majalengka pada tahun 1917 oleh Perserikatan
Umat Islam. Pondok Pesantren yang cukup berpengaruh adalah PP Gunung Puyuh di
Sukabumi. Selain itu juga ada pondok pesantren Persatuan Islam (Persis), pondok
ini terdiri dari dua bagian, yaitu Pesantren Besar (untuk para santri yang
telah cukup umur untuk mendapatkan pendidikan agama) dan Pesantren Kecil (untuk
anak-anak kecil yang pelaksanaannya di sore hari).
e.
Pendidikan Islam di
Batavia
Madrasah
tertua di Batavia adalah Jamiat Kheir yang didirikan tahun 1905. Tingkatan
sekolahnya antara lain: tingkat Tahdiriyah (1 tahun), tingkat Ibtidaiyah (6
tahun), tingkat Tsanawiyah (3 tahun), Bagi lulusan terbaik Tsanawiyah bisa
melanjutkan ke Mesir atau Mekkah. Madrasah lain yang juga punya andil besar
bagi pendidikan Islam adalah madrasah Al-Irsyad yang didirikan pada tahun 1913.
5. Pendidikan Islam di Sulawesi
Tidak banyak perbedaan tentang pendidikan Islam di Sulawesi dengan di
Jawa dan Sumatera. Hal ini disebabkan karena sumber yang sama, yaitu Mekkah.
Kebanyakan madrasah di Sulawesi pada mulanya dipimpin oleh guru-gur agama dari
Minangkabau dan Yogyakarta. Madrasah yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan
adalah madrasah Amiriyah Islamiyah di Bone. Mata pelajaran yang diberikan di
madrasah ini meliputi pelajaran agama dan pelajaran umum.
Madrasah
Amiriyah Islamiyah terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a.
Ibtidaiyah, lama belajarnya
tiga tahun, diajrakan ilmu agama 50%;
b.
Tsanawiyah, lama belajarnya
tiga tahun, diajarkan ilmu agama 60%;
c.
Muallimin, lama belajarnya
dua tahun, diajarkan ilmu agama 80%.
Tokoh yang cukup berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan Islam di
Sulawesi, antara lainadalah Syekh H. M. As’ad bin H. A. Rasyad Bugis. Madrasah
yang didirikannya bernama Wajo Tarbiyah Islamiyah yang dikemudian hari berubah
menjadi Madrasah As’adiyah.
6. Pendidikan Islam di Kalimantan
Madrasah yang tertua yang memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah
pendidikan Islam di Kalimantan pada masa penjajahan Belanda adalah madrasah
Najah Wal Falah di Sei Bakau Besar Mempawah. Didirikan pada tahun 1918 M.,
setelah itu berdiri madrasah Perguruan Islam Assulthaniyah di Sambas pada tahun
1922 M.
Di Kalimantan pada masa penjajahan Belanda tidak banyak madrasah dan
pesantren yang berdiri, namun andil dan maknanya cukup berarti dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di tanah air Indonesia ini di
bagian timur.
7. Sikap Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kedatangan penjajah Belanda di
bumi Nusantara untuk mengemban fungsi ganda, yaitu melakukan penjajahan dan
salibisasi. Oleh karena itu, semboyan yang terkenal dari penjajah Belanda adalah
Glory (kemenangan atau kekuasaan), Gold (emas atau kekayaan bangsa Indonesia),
dan Gospel (upaya salibisasi terhadap umat Islam di Indonesia).
Dengan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa terhadap proses
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, penjajah Belanda
cenderung merugikan umat Islam. Penjajah Belanda berusaha menghambat
perkembangan pendidikan Islam, dengan terang-terangan membiayai misionaris
Kristen.
Banyak sikap mereka yang merugikan lajunya perkembangan pendidikan
Islam di Indonesia, misalnya:
·
Setiap sekolah atau
madrasah/pesantren harus memliki ijin dari Bupati atau pejabat pemerintah
Belanda.
·
Harus ada penjelasan dari
sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.
·
Para guru harus membuat
daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkannya secara periodic kepada
daerah yang bersangkutan.
Pada dasarnya banyak kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam
persoalan pendidikan pada masa penjajahan Belanda. Bahkan, tidak sedikit
sekolah yang terpaksa ditutup atau dipindahkah karena ulah penjajah Belanda
terhadap bangsa Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda ini, proses pendidikan
Islam mengalami banyak tantangan dan hambatan, akan tetapi para tokoh Islam
tetap giat dan gigih dalam memperjuangkannya.
C.
Sejarah Pendidikan
Islam Di IndonesiaPada Zaman Penjajahan Jepang
1. Perkembangan Pendidikan dan Pengajaran
Kejayaan penjajah Belanda lenyap setelah Jepang berada di Indonesia.
Mereka bertekuk lutut tanpa syarat kepada Jepang. Tujuan Jepang ke Indonesia
adalah menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia yang
sangat besar artinya bagi kelangsungan perang Pasifik. Hal ini sesuai dengan
cita-cita politik ekspansinya. Jepang menanamkan ideologi baru yang disebut
dengan Ideologi Hakko Ichiu atau ideologi bersama di Asia Timur Raya. Meskipun
demikian rakyat Indonesia tetap bergelora untuk lepas dari belenggu penjajahan.
a.
Pelatihan guru-guru:
Dengan melalui sekolah-sekolah diadakanlah pelatihan guru-guru. Mereka
dibebani tugas untuk menyebarkan ideologi baru tersebut. Setiap kabupaten
diwajibkan mengirimkan wakilnya untuk digembleng selama 3 bulan, jangka waktu
yang dirasa cukup menjepangkan para guru.
b.
Perubahan-perubahan
penting:
1)
Hapusnya dualisme
pangajaran: Berbagai jenis sekolah rendah yang diselenggarakan pada zaman
pemerintahan Belanda dihapuskan sama sekali. Sekolah-sekolah desa diganti
namanya menjadi Sekolah Pertama.
2)
Bahasa Indonesia dijadikan
bahasa resmi dan bahasa pengantar, bahasa Jepang dijadikan mata pelajaran wajib
dan adapt kebiasaan Jepang harus ditaati.
Pada dasarnya kedatangan Jepang di Indonesia tidak ubahnya dengan
Belanda. Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Jepang mengalami hambatan yang
cukup besar. Jepang campur ikut tangan dalam seluruh bidang pendidikan agama.
Di Minangkabau, penjajahan Jepang lebih ringan dibandingkan dengan
Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, pendidikan Islam berkembang cukup pesat
di Minangkabau, seperti madrasah Awaliyah. Di Kalimantan pada masa penjajahn
Jepang didirikan perkumpulan Madrasah-madrasah Islam Amuntasi yang disingkat
menjadi IMI.
Jepang banyak melakukan pendekatan-pendekatan kepada umat Islam, hal
ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dalam upaya memenangkan perang Asia
Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Pada waktu Jepang mulai mendapatkan
berbagai kekalahan dan tekanan dari pihak sekutu, Jepang mulai memeras kekayaan
bumi Indonesia, Jepang banyak menekan bangsa Indonesia sehingga banyak rakyat
yang kelaparan. Mendapat tekanan seperti itu, berbagai langkah pemberontakan
mulai muncul, seperti PETA (Pembela Tanah Air).
Banyak para Kyai dan ulama yang ditangkap dan diperintah untuk
melakukan kerja paksa atau Romusha. Akibatnya dunia pendidikan Islam di
Indonesia menjadi terbengkalai, banyak madrasah-madrasah bubar karena
murid-muridnya menghindar dari kekejaman Jepang. Ada sedikit keberuntungan bagi
madrasah di dalam lingkungan pondok pesantren karena lepas dari pengawasan
Jepang.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah
Pendidikan pada zaman Jepang disebut Hakko Ichiu, yakni mengajak bangsa
Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya.
Sekolah-sekolah pada zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang, yang semuanya
untuk kepentingan perang. Kegiatan-kegiatan sekolah antara lain:
a.
Mengumpulkan batu, pasir
untuk kepentingan perang;
b.
Membersihkan
bengkel-bengkel, asrama-asrama militer;
b.
Menanam ubi-ubian,
sayur-sayuran dipekarangan sekolah untuk persediaan makanan;
c.
Menanam pohon jarak untuk
bahan pelumas.
Tujuan pendidikan pada zaman Jepang hanyalah untuk memenangkan peperangan. Secara konkrit tujuan yang ingin
dicapai Jepang adalah menyediakan tenaga cuma-cuma dan prajurit-prajurit untuk
membantu peperangan bagi kepentingan Jepang.
Pada masa awal-awalnya madrasah dibangun dengan gencar-gencarnya selagi
ada angina segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat politis
belaka, kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja oleh umat Islam
Indonesia. Hampir seluruh pelosok pedesaan terdapat madrasah Awaliyah yang
banyak dikunjungi. Oleh karena itu, meskipun dunia pendidikan terbengkalai,
madrasah-madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren bebas dari
pengawasan langsung pemerintahan Jepang. Pendidikan dalam pondok Pesantren
dapat berjalan dengan wajar.
3. Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam
Sikap Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak, sehingga
ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas dibandingkan dengan zaman pemerintahan
colonial Belanda. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan
agama, yang mereka pentingkan adalah memenangkan perang. Bila perlu, mereka
memberikan keleluasaan kepada para pemuka agama dalam mengembangkan
pendidikannya.
Jepang memandang agama Islam sebagai salah satu sarana penting untuk
menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan masyarakat Indonesia dan untuk
meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka pada bagian masyarakat yang
paling bawah. Untuk memudahkan rencana itu, diantaranya Jepang mendirikan/
membentuk KUA, Masyumi dan pembentukan Hizbullah.
Namun demikian dibalik kekejaman Jepang, ada hal yang sangat
menguntungkan bagi bangsa Indonesia, khususnya di bidang pendidikan, yaitu:
·
Bahasa Indonesia hidup dan
berkembang secara luas di seluruh Indonesia.
·
Buku-buku dalam bahasa
asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan
mengabaikan hak cipta internasional.
·
Kreatifitas guru berkembang
dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan menyadur atau mengarang
sendiri.
·
Seni bela diri dan
pelatihan perang-perangan sebagai kegiatan kurikuler di sekolah telah
membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna dalam
perang kemerdekaan yang terjadi kemudian.
D.
Penutup
Kesimpulan
1. Pendidikan Islam pada zaman kerajaan-kerajaan Islam berupa
pengajian-pengajian kitab di langgar, madrasah dan juga pondok pesantren. Perkembangan
pendidikan Islam pada zaman ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal
ini disebabkan oleh kejelian dari para tokoh penyebar agama dalam membina
hubungan dengan masyarakat sekitar.
2. Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda mengalami hambatan
yang serius. Hal ini dikarenakan penjajah Belanda sendiri selain menjajah juga
menyebarkan agama yang mereka anut, yaitu Kristen-Protestan. Pendidikan Islam
banyak mengalami hambatan dalam menjalankan kegiatannya. Pendidikan berlangsung
di madrasah dan pondok pesantren, proses pendidikannya hampir sama dengan
pendidikan Islam pada masa sebelumnya.
3. Sikap penjajah Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia
sangat merugikan. Mereka secara terang-terangan membiayai misionaris Kristen
dalam mengembangkan pendidikannya.
4. Perkembangan pendidikan Islam pada zaman ini juga mengalami
hambatan, tetapi tidak seberat di zaman Belanda. Hanya saja di zaman ini
pendidikan lebih mengarah pada unsure fisik, karena bertujuan semata-mata untuk
kepentingan peperangan.
5. Seperti dijelaskan di atas, tujuan utama dari pendidikan pada
zaman ini lebih mengarah untuk kepentingan peperangan. Penjajah Jepang tidak
begitu menghiraukan pendidikan Islam, mereka bahkan mau mendukung perkembangan
pendidikan Islam, meskipun hal itu hanya merupakan unsur politik untuk mencari
dukungan umat Islam Indonesia.
0 comments :
Post a Comment