BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk
sosial, susila dan religi. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi,
sosial, susila dan religi harus dikembangkan secara seimbang, selaras dan
serasi. Perlu disadari, bahwa manusia hanya mempunyai arti hidup secara layak
jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lain atau tanpa hidup
bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik.
Untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan, baik
pendidikan yang formal, informal maupun nonformal. Pendidikan merupakan bagian
penting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk
hidup lainnya. "Hewan" juga belajar, tetapi lebih ditentukan oleh
instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan
menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima
pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan
berkeluarga, mereka akan mendidik anak-anaknya. Begitu juga di sekolah dan
perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah
masalah pendidikan. Dalam al-Qur'an sendiri telah memberi isyarat bahwa
permasalahan pendidikan sangat penting. Jika Al-Qur'an dikaji lebih mendalam,
maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya
bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan
yang bermutu.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadits tarbawi?
2. Dan apa ruang lingkupnya?
C.
Batasan Pembahasan
1. Menjelaskan tentang pengertian hadits
tarbawi.
2. Menjelaskan ruang lingkup hadits tarbawi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hadits
Tarbawi
Hadits secara etimologi berarti cara atau jalan hidup yang biasa
dipraktekkan, baik ataupun buruk. Secara terminologi, Hadits adalah segala
sesuatu yang dinisbatkan (disandarkan) kepada Nabi saw., baik perkataan
(qauli), perbuatan (fi’li), sikap/ketetapan (taqriri) maupun sifat fisik dan
psikis Rasulullah saw.
Untuk memberikan pengertian tentang Tarbawi, maka perlu diketahui dari
mana asal kata tersebut. Kata “Tarbawi” adalah terjemahan dari bahasa Arab,
yakni Rabba-Yurabbi-Tarbiyyatan. Kata tersebut bermakna : Pendidikan,
pengasuhan dan pemeliharaan (A.W. Munawwir, 1997 : 470).
Taqiyuddin M. menyebut potensi manusia ini berupa seperangkat
instrument dan content pendidikan yaitu akal pikiran (al-'aql), hati nurani
(nur al-qalb) dan panca indera. Melalui seperangkat instrument dan content
pendidikan itulah sehingga begitu manusia lahir di atas bumi ini ia telah siap
menerima ajaran dari alam (macro cosmos) atau dari manusia lain (micro cosmos)
yang telah lebih dulu ada.
Berkaitan dengan hal di atas, Longevel seperti yang dikutip Taqiyuddin
M. mengklasifikasikan manusia ke dalam tiga golongan, yaitu: Pertama, educable
animal yaitu makhluk yang dapat dididik. Kedua, animal educandum yaitu makhluk
yang harus dididik. Ketiga homo education yaitu makhluk Allah yang dapat
menerima dan sekaligus memberikan materi pendidikan.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan, manusia
memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan kelebihannya manusia ada yang bisa
diajar, dibimbing, dibina dan dilatih sehingga perilaku sosialnya menjadi baik.
Inilah yang dimaksud bahwa fungsi pendidikan adalah mengarahkan perkembangan
manusia ke arah yang lebih baik. Dan dengan kelemahannya manusia tidak
henti-hentinya berfikir, bertindak, belajar dan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya demi tercapainya tujuan yang dikehendakinya.
Menurut Sayyid Quthb bahwa apabila manusia merenungkan penciptaannya
dan bentuk tubuhnya, panca indera dan anggota-anggota tubuhnya, dan kekuatan
serta pengetahuannya, maka dia pasti mengakui bahwa Allah adalah Maha Pencipta.
Karena tidak ada seorang pun selain Allah yang mampu menciptakan alam semesta
yang sangat mengagumkan ini, baik yang kecil maupun yang besar.
Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini ialah menggunakan alat-alat
tersebut untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan keesaan Tuhan, yang
dapat membawa mereka beriman kepada Allah s.w.t. serta taat dan patuh
kepada-Nya. Kaum musyrikin memang tidak berbuat demikian.
Ayat ini juga menjelaskan tentang potensi yang diberikan Allah SWT
kepada manusia berupa pendengaran, penglihatan dan hati (akal) supaya dijadikan
alat untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
Untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, maka manusia perlu
pendidikan. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan
merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk
Allah yang dibekali dengan berbagai kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir,
kemampuan berperasaan kemampuan mencari kebenaran dan kemampuan lainnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak
mendapatkan pendidikan.
Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita untuk "Iqra'" dalam
surat Al-Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rasulullah SAW. Iqra' di
sini tidak bisa diartikan secara sempit sebagai bacalah, tetapi dalam arti luas
agar manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah
SWT berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana
untuk melaksanakan dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di muka
bumi ini.
Diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas bercerita mengenai ayat
ini, bahwa tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, banyak diantara
orang-orang Arab yang tidak mau menerima kenyataan itu dan beranggapan bahwa
lebih agung untuk mengutus seorang manusia sebagai Rasul-Nya.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban kita selaku umat Muslim, sebagaimana
Sabda Rasulullah SAW yang artinya: "Mencari ilmu itu wajib bagi muslim dan
muslimat dari kandungan sampai liang lahat" (HR. Baihaqi)
Dalam Tafsir Al-Misbah kata "attabi'uka" ( ) asalnya adalah
"atba'uka" dari kata "tabi'a", yakni mengikuti. Penambahan
huruf "ta'" pada kata "attabi'uka" mengadung makna
kesungguhan dalam upaya mengikuti itu. Ucapan Nabi Musa as, berikutnya sungguh
sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaannya diajukan
dalam bentuk pertanyaan, "Bolehkan aku mengikutimu?" kemudian beliau
menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan, yakni beliau
menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Di sisi lain, beliau
mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang shaleh itu (al-khidhr) sehingga Nabi
Musa as. Hanya mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah
diajarkan kepadanya. Dalam konteks itu, Nabi Musa as. tidak menyatakan
"apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah", Karena beliau sepenuhnya
sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni dari Alla Yang Maha
Mengetahui.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah bahwa kita dalam
menuntut ilmu itu harus bertekad untuk bersungguh-sungguh mencurahkan perhatian
bahkan tenaganya terhadap apa yang akan kita pelajari. Pepatah mengatakan:
"Man jadda wajadda" (barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan
sesuatu, maka pasti akan berhasil).
Didalam QS At-Tahrim ayat 6 ini
memberikan pelajaran kepada kita bahwa kita harus menjaga diri kita dan
keluarga dari siksa api neraka. Ayat ini juga mengisyaratkan tentang pentingnya
pendidikan dalam keluarga. Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang
pertama dan utama.
Adapun bidang pendidikan yang diperankan oleh keluarga menurut Hasan
Langgulung ada tujuh bidang pendidikan, yaitu: pendidikan jasmani, kesehatan,
akal (intelektual), keindahan, emosi dan psikologi, agama dan spiritual,
akhlak, sosial dan politik.
Orang tua dalam keluarga harus sejak dini memberikan pendidikan agama
kepada anak-anaknya. Rasulullah saw bersabda:
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلاَ ةِ اِذَا بَلَغَ سَبْعَ
سِنِيْنَ وَاِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
Artinya:
"Perintahkanlah anak melakukan shalat, apabila telah mencapai usia tujuh
tahun. Kalau sudah berumur sepuluh tahun, sedang anak itu tidak melaksanakan
perintah, maka pukullah dia".(HR. Muslim)
Mengapa orang tua dituntut untuk memerintahkan anak yang masih kecil
untuk melakukan shalat? Maksudnya, agar anak itu terbiasa, sehingga kelak sudah
baligh, shalat itu menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan.
Dalam terjemah
singkat tafsir Ibnu Katsir ada tiga
sahabat yang menafsirkan ayat ini, yaitu:
1. Pertama, Berkata Ibnu Abbas: "Tidak sepatutnya orang-orang
yang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang dan meninggalkan Rasulullah SAW
seorang diri".
2. Kedua, Berkata Qatadah: "Jika Rasulullah Saw mengirim
pasukan, maka hendaklah sebagian pergi ke medan perang, sedang sebagian lain
tinggal bersama Rasulullah saw. untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama, kemudian dengan pengetahuan yang mereka peroleh itu, hendaklah mereka
kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan kepada mereka".
3. Ketiga, Berkata Adh-Dhahhak: "Jika Rasulullah saw. mengajak
berjihad (perang total) maka tidak boleh tinggal dibelakang kecuali mereka yang
beruzur. Akan tetapi jika Rasulullah saw. menyerukan sebuah
"sariyyah" (perang terbatas), maka hendaklah segolongan pergi ke
medan perang dan segolongan tinggal bersama Rasulullah saw memperdalam
pengetahuannya tentang agama, untuk diajarkan kepada kaumnya bila
kembali".
Ayat ini
mengingatkan orang tua dalam keluarga agar mementingkan pendidikan agama bagi
anak-anaknya. Orang tua boleh kemana saja menyekolahkan anak-anaknya (mencari
ilmu umum) tapi jangan lupa dibekali ilmu dan pengalaman agama. Orang tua
hendaknya menjadikan anak-anaknya sebagai orang intelek yang ulama atau ulama
yang intelek. Hal ini akan tercapai apabila mempunyai kedua ilmu tersebut,
yakni ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Nabi pernah bersabda:
من اَرَادَ الدُّنيا فعليهِ بالعلمِ, ومن اراد الاخرةَ فعليهِ بالعلمِ,
ومن ارادهما فعليهِ بالعلمِ
Artinya:
"Barangsiapa menghendaki hidup (kebaikan) di dunia maka kepadanya dengan
ilmu dan barangsiapa menghendaki kehidupan (baik) di akherat maka dengan ilmu
dan barangsiap menghendaki keduanya maka juga dengan ilmu" (HR. Bukhari
dan Muslim)
Menurut Miftahurrobbani, bahwa salah satu pokok kelemahan umat Islam
adalah kebodohan putra-putri umat Islam akan agamanya.
Hal ini dapat kita pahami, karena orang tua kadang-kadang kurang
menyadari keseimbangan pendidikan terhadap anak-anaknya. Orang tua mendidik
anak agar dapat membaca Koran, tetapi lupa untuk mendidik anak membaca
Al-Qur'an. Orang tua mengajar anak agar dapat menghormati sesama teman, tetapi
lupa mengajar anak agar dapat menghormati Tuhan. Pendek kata, orang tua
menyekolahkan anaknya agar pandai dalam pengetahuan umum, tetapi lupa
menyekolahkan anaknya agar pandai dalam pengetahuan agama.
B.
Ruang Lingkup Hadita
Tarbawi
Pendidikan sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas
karena di dalamnya banyak aspek yang ikut terlibat, baik langsung maupun tidak
langsung.
Adapun ruang
lingkup pendidikan adalah :
1. Perbuatan Mendidik
2. Anak Didik
3. Dasar dan Tujuan Pendidikan
4. Pendidik
5. Materi Pendidikan
6. Metode Pendidikan
7. Alat Pendidikan
8. Evaluasi Pendidikan
9. Lingkungan Pendidikan (Nur Uhbiyati, 1997 : 16).
Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai beberapa aspek di
atas yang merupakan ruang lingkup dari pendidikan tersebut.
·
Perbuatan
Mendidik
Yang dimaksud
perbuatan mendidik ialah seluruh kegiatan, tindakan, dan sikap pendidik sewaktu
menghadapi anak didiknya. Dalam perbuatan mendidik ini sering disebut dengan
tahzib.
·
Anak Didik
Anak didik
merupakan unsur terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena semua
upaya yang dilakukan adalah demi menggiring anak didik ke arah yang lebih
sempurna.
·
Dasar dan
Tujuan Pendidikan
Dasar dan
tujuan pendidikan Islam yaitu landasan yang menjadi fundamen serta sumber dari
segala kegiatan pendidikan dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan yaitu ke
arah mana anak didik itu akan dibawa.
·
Pendidik
Pendidik yaitu
sebagai subjek yang melaksanakan pendidikan. Ini memiliki peranan yang sangat
penting, berhasil atau tidaknya proses pendidikan banyak ditentukan oleh mereka.
·
Materi
Pendidikan Islam
Materi
pendidikan yaitu bahan atau pengalaman-pengalaman belajar yang disusun
sedemikian rupa untuk disajikan kepadaanak didik. Dalam pendidikan islam materi
pendidikan sering disebut dengan Maddatut Tarbiyah.
·
Metode
Metode yaitu
cara yang dilakukan oleh pendidik dalam menyampaikan materinya. Metode tersebut
mencakup cara pengelolaan, penyajian materi pendidikan agar materi tersebut
dapat dengan mudah diterima oleh anak didik.
·
Evaluasi
Pendidikan
Cara-cara
mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap hasil belajar anak didik. Evaluasi ini
diadakan dengan tujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar selama
proses pembelajaran.
·
Alat-alat
Pendidikan
Alat-alat
pendidikan yaitu semua alat yang digunakan selama melaksanakan pendidikan agar
tujuan pendidikan tercapai.
·
Lingkungan
Pendidikan
Yang dimaksud
dengan lingkungan pendidikan di sini ialah keadaan-keadaan yang ikut
berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan. Lingkungan pendidikan
sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian anak didik, olehnya itu
hendaklah diupayakan agar lingkungan belajar senantiasa tercipta sehingga mendorong
anak didik untuk lebih giat belajar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pengertian hadits Tarbawi
Hadits Tarbawi adalah hadits yang membahas pentang pendidikan yang
diajarkan oleh rasulullah. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena
pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan berguna untuk
membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan, maka terbentuklah pribadi yang
baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup
dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota
kesatuan sosial mansuia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing.
Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni
keluarga, masyarakat dan sekolah/lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga
pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya
pendidikan dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. Pendidikan
keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak. (QS. At-Tahrim 66:
6)
2. Ruang Lingkup Hadita Tarbawi
Adapun ruang
lingkup pendidikan adalah :
a.
Perbuatan Mendidik
b.
Anak Didik
c.
Dasar dan Tujuan Pendidikan
d.
Pendidik
e.
Materi Pendidikan
f.
Metode Pendidikan
g.
Alat Pendidikan
h.
Evaluasi Pendidikan
i.
Lingkungan Pendidikan (Nur
Uhbiyati, 1997 : 16).
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Al-Qur'an
dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Agung Harapan, 2006)
Tafsir Al-Qur'an (Jakarta: 2005)
Hasan Langgulung, Manusia dan
Pendidikan (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1986)
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan
Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1 dan 2 (Bandung:
Sinara Baru Algensindo, 2008)
Miftahurrobbani, Himpunan
Khutbah Setahun (Jakarta: Rineka Cipta, 1994)
Muhammad Faiz Al Math, 1100
Hadits Terpilih (Jakarta: Gema Insani, 1999)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-
Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
Muhtadim, BA., Mutiara Hadits
Shahih Muslim (Surabaya: Putra Pelajar, 2004)
Muslich Shabir, Tarjamah
Riyadlus Shalihin (Semarang: Toha Putra, 1989)
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy,
Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid IV (Surabaya: Bina Ilmu, 1988)
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilal
Qur'an (Jakarta: Gema Insani, 2004)
Taqiyuddin M., Pendidikan
Untuk Semua: Dasar dan Falsafah Pendidikan Luar Sekolah (Cirebon: Dimensi
Production, 2005)
0 comments :
Post a Comment