- Pengertian Al- Khawarij
Secara bahasa kata khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata
ini dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar
dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya
yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang dikomandoi
oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin ( 37H / 657 ). Ada juga yang mengatakan bahwa
nama khawarij itu didasarkan atas Surah An-Nisa’ ayat 100 :
Artinya : “Barang
siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan
maksudberhijrahkepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum
sampai ketempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.
Dan adalah Allah Maha Pengampunlagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisa : 100)
Pengertian kata dengan arti : “Barang siapa keluar dari rumahnya dengan
maksud berhijrahkepada Allah dan Rasul-Nya ”, kaun khawarij memendang diri mereka
sebagai orang-orang yang keluar dari rumah semata-mata untuk berjuang dijalan Allah
SWT.
Selain nama Khawarij, ada beberapa nama lagi yang diberikan kepada kelompok
ini, antara lain Al-Muhakkimah berasal dari semboyan mereka yang terkenal la hakma
illa lillah (tiada hukum kecuali hukum Allah) atau la hakam illa Allah (tidak ada
pembuat hukum kecuali Allah). Berdasarkan alasan inilah mereka menolak keputusan
Ali, bagi mereka yang berhak memutuskan perkara hanyalah Allah SWT, bukan arbitrasi
atau tahki, sebagaimana yang dijalankan Ali. Syurah Mereka menyebut dirinya sebagai
syurah, yang berasal dari bahasa arab yasri (menjual). Penanaman ini didasarkan
pada surah Al Baqarah ayat 207 :
Artinya: “Dan
di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah;
dan Allah Maha Penyantun kepada hamba- hamba-Nya”.
Golongan khawarij memang menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang
berkorban demi mencapai keridhoan Allah swt. Haruriyah berasal dari bahasa harura,
tempat mereka berkumpul setelah meninggalkan barisan Ali. Tempat ini kemudian mereka
jadikan pusat kegiatan. Serta ada nama al Mariqah diberikan kepada mereka karena
mereka dianggap telah keluar dari agama. Kata ini berasal dari kata maraqa yang
artinya “anak panah yang keluar dari busurnya”. Nama ini diberikan oleh lawan-lawan
mereka. Seperti yang disinggung sebelumnya dalam pendahuluan bahwa Khawarij lahir
dari komponen paling berpangaruh dalam khilafah Ali ra. Yaitu dari tubuh militer
pimpinan Ali ra. sendiri. Pada saat kondisi politik yang makin tidak terkendali
dan dirasa sulit untuk mereda dengan prinsip masing-masing. Maka kubu Mu’awiyah
ra. yang merasa akan dikalahkan dalam perang syiffin menawarkan untuk mengakhiri
perang saudara itu dengan “Tahkim dibawah Al- Qur’an”.
Dan sesuai dengan pokok-pokok pemikiran mereka bahwa setiap yang berdosa
maka ia telah kafir, maka mereka menilai bahwa setiap individu yang telah melangar
prinsip tersebut telah kafir, termasuk Ali ra. Sehingga Mereka memaksanya untuk
bertobat atas dosanya itu sebagaimana mereka telah bertobat karena ikut andil dalam
proses Tahkim.
Demikian watak dasar kelompok ini, yaitu keras kepala dan dikenal kelompok
paling keras memegang teguh prinsipnya. Inilah yang sebenarnya menjadi penyabab
utama lahirnya kelompok ini (Syalabi: 333). Khawarij adalah kelompok yang didalamnya
dibentuk oleh mayoritas orang-orang Arab pedalaman (a’râbu al-bâdiyah). Mereka cenderung
primitive, tradisional dan kebanyakan dari golongan ekonomi rendah, namun keadaan
ekonomi yang dibawah standar tidak mendorong mereka untuk meningkatkan pendapatan.
Ada sifat lain yang sangat kontradiksi dengan sifat sebelumnya, yaitu kesederhanaan
dan keikhlasan dalam memperjuangkan prinsip dasar kelompoknya.
Walaupunkeikhlasan itu ditutupi keberpihakan dan fanatisme buta. Dengan
komposisi seperti itu, kelompok ini cenderung sempit wawasan dan keras pendirian.
Prinsip dasar bahwa “tidak ada hukum, kecuali hukum Tuhan” mereka tafsirkan secara
dzohir saja. [1]
Al-khawarij mempunyai pandangan dangkal pada ayat-ayat al-Qur’an, kadang-kadang
ayat yang mereka fahami itu tidak sesuai dengan maksud sebenarnya dari ayat tersebut,
dan juga tidak memiliki hubungan sama sekali dengan ayat yang mereka jadikan sebagai
dalil untuk melegitimasi pendapat mereka, karena mereka hanya sebatas memahami ayat
secara zahir yang batil. Di kalangan al-Khawarij sendiri, terdapat banyak mazhab-mazhab
yang mempunyaipemikiran atau pendapat yang berbeda satu dan lainnya. Namun demikian
mereka tetap menisbahkan pendapat mereka itu kepada Islam,mereka semua mengakui
al- Qur’an. Di dalam setiap ajaran dan untuk memperkuat pendapat, mereka selalu
menjadikan al-Qur’an sebagai dasar pijakan dan dasar untuk menumbuhkan keyakinanmereka,
namun hanya terkait kepada ayat-ayat yang biasa mendukung pendapatmereka, untuk
ayat ini mereka akan tetap mempertahankannya, sebaliknya jka persoalan tersebut
tidak bersesuaian dengan pendapat dan pendirian serta kepentingan mereka, mereka
berupaya sekuat tenaga untuk lepas dan mulai memalingkan dan mentakwilkan ayat al-Qur’an
sehingga tidak bertentangan dengan pendapat mereka.
- Mazhab-mazhab Al-Khawarij
v Al Azariqah, merupakan pengikut dari Nafi’ bin al-Azraq,
Mazhab ini memiliki beberapa prinsip seperti : Mereka mengkafirkanselain dari kelompok
mereka, haram mengkosumsi semblihan dari selain kelompok mereka, dan juga haram
menikahi yang bukan dari kelompok mereka, dan tidak boleh mendapat warisan selain
dari kelompok mereka, dan bermu’amalah dengan selain kelompok mereka sama dengan
bermua’malah antara orang kafir dengan orang musrik.
v Al-Najdad, merupakan pengikut Najdah bin Amir,
diantara prinsip mereka adalah : Tidak ada keperluan manusia kepada Imam
selama-lamanya, namun sekiranya umat memerlukan pemimpin maka perlu diangkat,
jika tidak diperlukan, maka tidak boleh diangkat
v Al-Sufriyah, merupakan pengikut Ziyad bin al-Asfar,
diantara prinsip mereka adalah pelaku dosa besar adalah Musrik, namun ada
diantara mereka mengatakan bahwa setiap pelaku dosa sudah disediakan had nya
dalam Syari’ah, pelakunya tidak dikatakan Musrik ataupun Musrik, tetapi dinamakan
sesuai dengan dosa yang mereka lakukan.
v Al-Ibadiyyah, merupakan pengikut Abdullah bin Ibad,
kelompok ini adalah yang paling sederhana/moderat dan ajarannya mendekati faham
ahlu Sunnah wal Jama’ah
Sebagai
contoh, kita bisa lihat, bahwa sesungguhnya mayoritas kalangan mazhab- mazhab
dari sekte al-Khawarij ini setuju bahwa pelaku dosa besar disebut ”kafir” dan mereka
kekal di dalam neraka Jahannam, pendapat ini merupakan pendapat dan prinsip
umum dari al-Khawarij, dan semua mazhab tunduk dibawah prinsip ini dan tidak
akan pernah berubah.
B. Al Murji’ah
- Pengertian Al- Murji’ah
Kata murji’ah berasal dari suku kata bahasa arab “Raja’a” yang
berarti “kembali”. Aliran Murji'ah adalah aliran Islam yang muncul dari
golongan yang tak sepaham dengan Khawarij. Ini tercermin dari ajarannya yang
bertolak belakang dengan Khawarij. Pengertian murji'ah sendiri ialah
penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah
SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar,
sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah
Allah SWT, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini
tetap diakui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat. Murji’ah, baik
sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan
kemunculaan syi’ah dan khawarij[2].
Pada mulanya kaum Murji’ah merupakan golongan yang tidak mau turut
campur dalam pertentangan - pertentangan yang terjadi ketika itu dan
menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang-orang yang
bertentangan itu kepada Tuhan[3]. Lebih lanjut kelompok ini
menganggap bahwasanya pembunuhan dan pertumpahan darah yang terjadi di kalangan
kaum muslimin sebagai
suatu kejahatan yang besar. Namun mereka menolak menimpakan kesalahan
kepada salah satu di antara kedua kelompok yang saling berperang [4].
- Awal Kemunculan Kelompok Murji’ah:
v Permasalahan Politik, Ketika terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah,
dilakukanlahtahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan
Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra.
Kelompok kontra
akhirnya keluar dari Ali yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum
Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa
besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuata dosa besar
yang lain[5]. Seperti yang telah
disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah penyokong Ali bin Abi thalib
tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap
setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka
merupakan golongan lain dalam islam yang dikenal dengan nama Syi’ah[6]. Dalam suasana
pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral
tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang
bertentangan ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini merupakan
orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena
itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih
baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Tuhan.
Gagasan irja’ atau
arja yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan
dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan menghindari
sekatrianisme[7].
v Permasalahan Ke-Tuhanan, Dari permasalahan politik, mereka kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan ketuhanan
(teologi) yaitu persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau tidak
mau menjadi perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij
menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang membuat dosa besar, kaum Murji’ah menjatuhkan hukum
mukmin[8]. Pendapat penjatuhan hukum
kafir pada orang yang melakukan dosa besar oleh kaum Khawarij ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Mur’jiah
yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar
tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah
dia akan mengampuninya atau tidak[9]. Aliran Murji’ah
menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim
itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah
yang mengetahui keadaan iman seseorang.
Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan
mereka. Orang mukmin yang melakukan
dosar besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad sebagai Rasul-Nya. Dengan kata
lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan
dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu, orang
tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir .[10]
Pandangan
golongan ini dapat dilihat terlihat dari kata Murji’ah itu sendiri yang berasal
dari kata arja’a yang berarti orang yang menangguhkan, mengakhirkan dan
memberikan pengaharapan. Menangguhkan berarti bahwa mereka menunda soal siksaan
seseorang di tangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan ia akan langsung
masuk surga, sedangkan jika tidak, maka ia akan disiksa sesuai dengan dosanya,
setelah ia akan dimasukkan ke dalam surga. Dan mengakhirkan dimaksudkan karena mereka
memandang bahan perbuatan atau amal
sebagai hal yang nomor dua bukan yang
pertama. Selanjutnya kata menangguhkan, dimaksudkan karena mereka menangguhkan
keputusan hukum bagi orang-orang yang melakukan dosa di hadapan Tuhan.
Disamping itu
ada juga pendapat yang mengatakan bahwa
nama Murji’ah yang diberikan pada
golongan ini, bukan karena mereka menundakan penentuan hukum terhadap orang islam
yang berdosa besar kepada Allah di hari perhitungan kelak dan bukan pula karena
mereka memandang perbuatan mengambil tempat kedua dari iman, tetapi karena mereka memberi pengaharapan bagi orang yang berdosa besar
untuk masuk surga[11].
- Pembagian Kelompok Murji’ah
Pada umunmnya kaum Murji’ah di golongkan menjadi dua golongan besar, yaitu:
v Golongan Moderat, Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak
kekal dalam neraka. Tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada
kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali. Golongan Murji’ah
yang moderat ini termasuk Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn ’Ali bin Abi Thalib, Abu
Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli Hadits. Menurut golongan ini, bahwa orang
islam yang berdosa besar masih tetap mukmin. Dalam hubungan ini Abu
Hanifah memberikan definisi iman sebagai berikut: iman adalah pengetahuan dan
pengakuan adanya Tuhan, Rasul-rasul-Nya dan
tentang segala yang datang dari
Tuhan dalam keseluruhan tidak dalam perincian; iman tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang, tidak ada perbedaan manusia dalam hal iman[12].
Dengan
gambaran serupa itu, maka iman semua orang islam di anggap sama, tidak ada
perbedaan antara iman orang islam yang berdosa besar dan iman orang islam yang
patuh menjalankan perintah-perinyah Allah. Jalan pikiran yang dikemukakan oleh Abu Hanifah itu dapat membawa kesimpulan bahwa perbuatan
kurang penting dibandingkan dengan iman.
v Golongan Murji’ah Ekstrim, Adapun yang termasuk
ke dalam kelompok ekstrim adalah Kelompok Al-Jahmiyah Adapun golongan Murji’ah ekstrim adalah Jahm bin
Safwan dan pengikutnya
disebut al-Jahmiah. Golongan ini berpendapat bahwa orang Islam
yang percaya pada Tuhan, kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi
kafir, karena kafir dan iman tempatnya bukan dalam bagian tubuh
manusia tetapi dalam hati sanubari. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa orang yang telah menyatakan iman, meskipun menyembah
berhala, melaksanakan ajaran-ajaran agama
Yahudi degan menyembah berhala atau Kristen degan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati, tidaklah menjadi kafir, melainkan tetap mukmin dalam pandangan Allah. Dan orang yang
demikian bagi Allah merupakan mukmin yang sempurna imannya .[13]
s Kelompok Ash-Shalihiyah Bagi kelompok pengikut Abu Al-Hasan Al-Salihi iman adalah megetahui Tuhan dan Kufr
adalah tidak tahu pada Tuhan.
Dalam pengertian bahwa mereka sembahyang tidaklah ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadat adalah iman kepadanya, dalam
arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa
dan haji bukanlah ibadah
melainkan sekedar mengamabrkan kepatuhan[14].
s Kelompok Al-Yunusiyah dan
Kelompok Al-Ubaidiyah Melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat
atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman,
dosa-dosa dan perbuatan- perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang
yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin
Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan
jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai
musyrik (politheist). Kaum Yunusiyah
yaitu pengikut- pengikut Yunus ibnu ’Aun an Numairi berpendapat bahwa ”iman”
itu adalah mengenai Alla, dan menundukkan diri padanya dan mencintainya sepenuh
hati. Apabila sifat-sifat tersebut sudah terkumpul pada diri seseorang, maka dia adalah mukmin. Adapun sifat-sifat lainnya,
seperti ”taat” misalnya, bukanlah termasuk iman, dan orang yang meninggalkan bukanlah iman, dan orang yang meninggalkan ketaatan tidak akan disiksa karenanya, asalkan saja imannya itu benar-benar murni dan keyakinannya itu betul- betul benar [15].
s Kelompok Al-Hasaniyah
Kelompok ini mengatakan bahwa, ”saya
tahu tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini,” maka orang
tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan ”saya tahu
Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di
India atau di tempat lain”, orang yang demikian juga tetap mukmin[16] .
- Doktrin Pemikiran Kelompok Mur’jiah
Secara umum
kelompok Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai dasar
gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut[17]:
v Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan
Rasulnya saja. Adapun amal atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan
bagai adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang
tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa yang
difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar.
v Dasar keselamatan adalah
iman semata-mata. Selama
masih ada iman
dihati, maka setiap maksiat
tidak akan mendatangkanmudharat ataupun gangguan
atas diri seseorang. Untuk mendapatkan
pengampunan, manusia hanya
cukup dengan menjauhkan diri
syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
Dengan kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal
tidaklah sepenting iman, yang
kemudian meningkat pada
pengertian bahwa, hanyalah
imanlah yang penting dan yang enentukan mukmin atau tidak mukminnya
seseorang; perbuatan- perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman
letaknya dalam hati seseorang dan tidak
diketahui manusia lain.
KESIMPULAN
Demikianlah pembahasan Pemikiran
Khawarij Dan Murji’ah Tentang Ilmu Kalam Dan Aliran- Alirannya, yang
penulis hanya membahas sedikit tentang pemikiran dan aliran- alirannya.
Sebenarnya, kedua aliran ini pada
awal kemunculannya lebih bercorak aliran politis. Namun, sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan pemikirannya, kedua aliran ini menjadi aliran teologis.
Atau boleh dikatakan, bahwa kedua aliran ini merupakan aliran politis sekaligus
aliran teologis.
Pokok dari aliran keduannya
adalah:
- Pokok aliran Khawarij adalah sebagai berikut:al-Muhakkimah, al-Azariqah, al-Nazdah, Ajaridah, al-Sufriah, dan kelompok al-Ibadiah.
Sedangkan
paham teologi Khawarij adalah: paham tentang kafir, Paham tentang Musyrik,
Paham tentang batas wilayah islam, Paham Furitanisme.
- Aliran Murji’ah berpendapat bahwa urusan keagamaan berasal dari dua hal yaitu iman dan amal karena itu ia memberi jalan keluar terhadap perdebatan tentang kafir-mengkafirkan pada para pelaku dosa besar, yang beranggapan dan memberi putusan hukum di dunia bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan akan masuk neraka selamanya, namun ajaran Murji’ah mengatakan Tuhanlah yang akan menentukan nasib mereka nanti di akhirat. Namun kalau seseorang melakukan dosa besar tidak dianggap mereka kekal, tetapi paham islam pada umumnya bahwa seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat pasti masuk syurga
DAFTAR PUSTAKA
A. Syalabi,Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid
II, 2003. PT Pustaka Al-Husa baru, Jakarta.
Abdul Rozak
dan Rosihan Anwar.Ilmu Kalam, 2007. CV Pustaka Setia,Bandung.
Abuddin
Nata.Ilmu Kalam, Filsafat dan Tassawuf, 1995. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Harun
Nasution. Teologi Islam: Aliran- Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,1986.
UI-Press, Jakarta.
[1] Abu Zahrah: 63
[2] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar.Ilmu Kalam. CV Pustaka
Setia,Bandung, 2007. Hal: 56
[3] Harun Nasution. Teologi Islam: Aliran- Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan, UI-Press, Jakarta, 1986. Hal: 22
[4] Abul A’la Al- Maududi.Op. cit. 2007. Hal: 254
[5] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar.Op. Cit. 2007. Hal: 57
[6] Harun Nasution.Op. Cit. 1986. Hal: 22
[7] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar.Op. Cit. 2007. Hal: 56
[8] Harun Nasution.Op. Cit. 1986. Hal: 23
[9] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar.Op. Cit. 2007. Hal: 57
[10] Abuddin Nata.Ilmu Kalam, Filsafat dan Tassawuf, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1995. Hal: 33
[11] Harun Nasution.Op. Cit. 1986. Hal: 24
[12] Abuddin Nata.
Op. Cit. 1995.
Hal: 34
[13] Harun
Nasution.Op. Cit. 1986.
Hal: 26
[14] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar.Op. Cit. 2007. Hal: 61
[15] A.
Syalabi,Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid II, PT Pustaka Al-Husa baru,
Jakarta. 2003. Hal: 296
[16] Harun Nasution.Op. Cit. 1986. Hal: 27
[17] Abul A’la Al-Maududi.Op. cit.
2007. Hal: 254
0 comments :
Post a Comment